Selasa, 29 September 2009

BEDA LCD TV dengan PLASMA TV

Bila anda menginginkan televisi yang tipis, mungkin anda menginginkan LCD atau Plasma TV. LCD dan Plasma hampir tidak dapat dibedakan secara visual. Kedua-duanya memiliki kemampuan dalam memberikan hasil yang terbaik, namun disitu pulalah terdapat perbedaan. Sangat penting untuk diketahui bahwa LCD dan Plasma adalah 2 teknologi yang sangat berbeda. Sampai saat ini, untuk memilih LCD atau Plasma masih relative mudah. Plasma TV jelas masih lebih unggul dibandingkan LCD dalam hal performance walaupun memang masih lebih mahal. Pilihan anda cuma, bayar lebih sedikit dan pilihlah LCD yang tidak-begitu-baik. Atau, bayar mahal dan miliki Plasma TV. Namun belakangan ini, pilihan semakin sulit ketika teknologi dan performance pada LCD semakin bagus dan harganya terus turun. Hampir bisa dikatakan kalau mereka berdua sudah pada kelas yang sama.
PLASMA TV
Sebuah Plasma TV terdiri dari 2 pelat kaca yang diisi oleh ratusan bahkan ribuan sel yang berisi gas. Sel-sel ini berisikan gas neon dan dilapisi oleh fosfor sehingga membuat mereka seperti lampu neon mini. Masing2 sel plasma tersebut dapat diberi tenaga listrik agar melepaskan photon ultraviolet. Photon-photon ini lah yang menyebabkan fosfor yang melapisi sel tersebut berubah warna. Dengan menghidupkan dan mematikan sel-sel ini pada saat dan rangkaian yang tepat setiap 1/1000 detik, gambar terbentuk.
Sebenarnya, tiap sel terdiri oleh 3 sel yang masing masing memberikan warna merah, hijau dan biru. Dengan mengkombinasikan warna2 tersebutlah tercipta gambar.
LCD TV
Berbeda seperti Plasma TV, pixel pada LCD TV tidak memberikan cahaya sendiri. Sebuah Kristal cair terperangkap dalam 2 lembar kaca dan seluruhnya disinari oleh cahaya yang datang dari belakang. Memvariasikan arus listrik yang datang dari belakang mengontrol seberapa besar cahaya yang menerangi masing2 pixel tersebut.

TIPS MENCEGAH KEBAKARAN RUMAH

Akhir - akhir ini sering kita dengar dan lihat di berbagai media tentang terjadinya kebakaran. Menurut data statistik lebih dari 50% penyebab kebakaran adalah listrik. Dua alasan kenapa listrik sebagai penyebabnya. Pertama, listrik dapat menimbulkan percikan api. Kedua, hampir di setiap bangunan terdapat instalasi listrik. Persyaratan ketat sebenarnya sudah diberlakukan sejak pemasangan instalasi listrik sampai dapat digunakan untuk berbagai keperluan rumah tangga.
Tips yang dikutip dari website Reskrim Polda Metro Jaya ini antara lain menyebutkan:

1. Lupakan Sinetron.
Jangan pernah meninggalkan aktivitas memasak, kendati sinetron favorit anda sedang diputar di televisi.
2. Cek dan Ricek.
Bersihkan kompor atau oven dari sisa-sisa minyak goreng setelah memasak. Jauhkan kompor dari bahan yang mudah terbakar. Periksa kebocoran gas secara teratur minimal 3 hari sekali.
3. Oven Sesuai Fungsi.
Jangan menyimpan makanan di dalam oven saat tidak digunakan. Biasakan memeriksa isi oven sebelum dihidupkan.
4. Jauhkan Korek Api Dari Anak-Anak.
Ditangan anak-anak korek api bisa sangat berbahaya. Simpan di tempat yang tinggi agar mereka tidak bisa menjangkaunya.
5. Matikan Puntung.
Lalai mematikan puntung rokok, alamat mengundang bahaya kebakaran.
6. Bau Asap, Bau Bahaya.
Bila mencium bau asap dari peralatan listrik, matikan segera arus listrik dengan mencabut plug/steker dan perbaiki bila ada kerusakan. Segeralah melakukan pergantian apabila menemukan kabel yang rusak.
7. Gunakan Listrik Secara Aman.
Jangan lakukan ini :
Membuat cabang aliran lebih dari tiga.
Membuat kabel dibawah karpet.
Mengganti sekring / fuse melebihi kapasitas kabel.
Menggunakan kabel kecil untuk peralatan daya besar, misalnya untuk AC Window 2 PK.
8.Gantilah kabel listrik di rumah bila usianya melebihi 15 tahun. (binsar)

Sabtu, 19 September 2009

HIKMAH IDUL FITRI

Oleh KH Abdullah Gymnastiar

Saudaraku, semoga Allah yang Maha Menatap menjadikan hari-hari kita senantiasa penuh dengan kebahagiaan, apalagi dengan tibanya Hari Raya Idul Fitri tentu saja bagi umat Islam diseluruh dunia adalah saat tibanya kebahagiaan, dan bentuk perayaan yang dilaksanakan tentunya menurut tradisi daerahnya masing-masing.
Idul Fitri menandai berakhirnya bulan ramadhan, sekaligus mengawali kehidupan baru yang diharapkan lebih bak daripada sebelumnya. Umat islam di Indonesia merayakan Idul Fitri dengan tradisi berlebaran yang semarak, mudik ke kampung halaman, sanak keluarga juga tak kalah meriahnya. Semuanya berlangsung indah, rukun dan damai. Segala kesalahan, kehilafan dan prasangka buruk dilebur dalam semangat Idul Fitri.

Saudaraku, setelah menjalani shaum selama sebulan penuh, umat muslim telah ditempa untuk mensucikan diri sehingga diharapkan mempunyai jiwa yang bersih serta terkendali. Dengan pengendalian diri itulah, segala langkah yang diambil akan sesuai dengan ketentuan hidup yang tertib dan damai. Wallahu a`lam bish showab

BERCERMIN DIRI

Tatkala kudatangi sebuah cermin,
Tampaklah sosok yang sudah sangat lama
Kukenal dan sangat sering kulihat.
Namun aneh, sesungguhnya ...
aku belum Mengenal siapa yang kulihat.

Tatkala kutatap WAJAH, hatiku bertanya :
Apakah wajah ini yang kelak akan BERCAHAYA
Dan BERSINAR INDAH DI SURGA?
Ataukah wajah ini yang HANGUS LEGAM DI NERAKA JAHANAM?

Tatkala ku menatap MATA, nanar hatiku bertanya :
MATA INIKAH YANG AKAN MENATAP ALLAH? ,
Rasulullah, dan Kekasih-kekasih Allah kelak?
Ataukah mata ini yang TERBELIAK, MELOTOT,
TERBURAI MENATAP NERAKA JAHANAM?
Akankah mata penuh maksiat ini akan menyelamatkan?

WAHAI MATA, APA GERANGAN YANG KAU TATAP SELAMA INI?

Tatkala kutatap MULUT, apakah mulut ini
Yang kelak mendesah penuh kerinduan
Mengucap LAA ILAAHA ILLALLAAH saat malaikat maut menjemput?
Ataukah menjadi MULUT YANG MENGANGA
DENGAN LIDAH MENJULUR, DENGAN LENGKINGAN JERIT PILU
yang akan mencopot sendi-sendi setiap yang mendengar?
Ataukah mulut ini jadi pemakan buah zaqum
Di jahanam yang getir , penghangus dan penghancur setiap usus?

APAKAH GERANGAN YANG ENGKAU UCAPKAN
WAHAI MULUT YANG MALANG?

Berapa banyak dusta yang engkau ucapkan?
Berapa banyak hati yang remuk
Dengan sayatan pisau kata-katamu yang mengiris tajam?
Berapa banyak kata-kata semanis madu
Yang palsu yang engkau ucapkan untuk menipu?
Berapa sering engkau berkata jujur?
Berapa langkanya engkau dengan syahdu
memohon agar Allah mengampunimu?

Tatkala kutatap TUBUHku, apakah tubuh ini
Yang kelak menyala penuh cahaya, bersinar,
bersuka cita, bercengkrama disurga?
Ataukah tubuh yang akan tercabik-cabik
hancur mendidih dalam lahar neraka jahanam,
Terpasung tanpa ampun,
menderita yang tak akan pernah berakhir?

WAHAI TUBUH , BERAPA BANYAK MAKSIAT
YANG TELAH ENGKAU LAKUKAN?

Berapa banyak orang-orang yang engkau zalimi dengan tubuhmu?
Berapa banyak hamba-hamba yang lemah
yang engkau tindas dengan kekuatanmu?
Berapa banyak perindu pertolongan yang engkau acuhkan-
tanpa peduli, padahal engkau mampu?
Berapa banyak hak-hak yang engkau rampas?

Ketika kutatap HATI tubuh,
Seperti apakah gerangan isi hatimu?
Apakah isi hatimu sebagus kata-katamu?
Ataukah sekotor daki-daki yang melekat ditubuhmu?
Apakah hatimu segagah ototmu.
Ataukah selemah daun-daun yang sudah rontok?
Apakah hatimu seindah penampilanmu,
Ataukah sebusuk kotoran-kotoranmu?

Betapa beda.... betapa beda apa yang tampak dicermin
dengan apa yang tersembunyi...
Aku telah tertipu oleh topeng yang selama ini tampak
Betapa banyak pujian yang terhampar hanyalah memuji topeng
Sedangkan aku....
hanyalah seonggok sampah yang terbungkus
Aku tertipu... Aku malu Ya Allah...
Ya Allah... selamatkan aku....
Amin...Ya Rabbil 'alamin

(Sobat Ir. Permadi Alibasyah " Sentuhan kalbu")

Jumat, 11 September 2009

LAILATUL QADAR

Keutamaannya sangat besar, karena malam ini menyaksikan turunnya Al Quran Al Karim yang membimbing orang-orang yang berpegang dengannya ke jalan kemuliaan dan mengangkatnya ke derajat yang mulia dan abadi. Ummat Islam yang mengikuti sunnah Rasulnya tidak memasang tanda-tanda tertentu dan tidak pula menancapkan anak-anak panah untuk memperingati malam ini (malam Lailatul Qodar/Nuzul Qur’an, red), akan tetapi mereka bangun di malam harinya dengan penuh iman dan mengharap pahala dari Allah.
Inilah wahai saudaraku muslim, ayat-ayat Qur’aniyah dan hadits-hadits Nabawiyyah yang shahih yang menjelaskan tentang malam tersebut.
1. Keutamaan Malam Lailatul Qadar
Cukuplah untuk mengetahui tingginya kedudukan Lailatul Qadar dengan mengetahui bahwasanya malam itu lebih baik dari seribu bulan, Allah berfirman (yang artinya),
[1] Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam kemuliaan.[2] Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? [3] Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. [4] Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. [5] Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. [QS Al Qadar: 1 - 5]
Dan pada malam itu dijelaskan segala urusan nan penuh hikmah,
[3]Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. [4] Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, [5] (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Yang mengutus rasul-rasul, [6] sebagai rahmat dari Tuhanmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [QS Ad Dukhoon: 3 - 6]
2. Waktunya
Diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa malam tersebut terjadi pada malam tanggal 21, 23, 25, 27, 29 dan akhir malam bulan Ramadhan. (Pendapat-pendapat yang ada dalam masalah ini berbeda-beda, Imam Al Iraqi telah mengarang satu risalah khusus diberi judul Syarh Shadr bidzkri Lailatul Qadar, membawakan perkatan para ulama dalam masalah ini, lihatlah).
Imam Syafi’i berkata, “Menurut pemahamanku, wallahu a’lam, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab sesuai yang ditanyakan, ketika ditanyakan kepada beliau, “Apakah kami mencarinya di malam hari?”, beliau menjawab, “Carilah di malam tersebut.”. (Sebagaimana dinukil al Baghawi dalam Syarhus Sunnah 6/388).
Pendapat yang paling kuat, terjadinya malam Lailatul Qadr itu pada malam terakhir bulan Ramadhan, berdasarkan hadits ‘Aisyah radiyallahu ‘anha, dia berkata:Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dan beliau bersabda, (yang artinya) “Carilah malam Lailatur Qadar di (malam ganjil) pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.” (HR Bukhari 4/255 dan Muslim 1169)
Jika seseorang merasa lemah atau tidak mampu, janganlah sampai terluput dari tujuh hari terakhir, karena riwayat Ibnu Umar (dia berkata): Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Carilah di sepuluh hari terakhir, jika tidak mampu maka jangan sampai terluput tujuh hari sisanya.” (HR Bukhari 4/221 dan Muslim 1165).
Ini menafsirkan sabdanya (yang artinya), “Aku melihat mimpi kalian telah terjadi, maka barangsiapa ingin mencarinya, carilah pada tujuh hari yang terakhir.” (Lihat maraji’ diatas).
Telah diketahui dalam sunnah, pemberitahuan ini ada karena perdebatan para sahabat. Dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu, ia berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar pada malam Lailatul Qadar, ada dua orang sahabat berdebat, beliau bersabda, “Aku keluar untuk mengkhabarkan kepada kalian tentang malam Laitul Qadar, tetapi fulan dan fulan (dua orang) berdebat hingga diangkat tidak bisa lagi diketahui kapan lailatul qadar terjadi), semoga ini lebih baik bagi kalian, maka carilah pada malam 29, 27, 25 (dan dalam riwayat lain: tujuh, sembilan, lima).” (HR Bukhari 4/232).
Telah banyak hadits yang mengisyaratkan bahwa malam Lailatul Qadar itu pada sepuluh hari terakhir, yang lainnya menegaskan di malam ganjil sepuluh hari terakhir. Hadits yang pertama sifatnya umum, sedang hadits kedua adalah khusus, maka riwayat yang khusus lebih diutamakan daripada yang umum, dan telah banyak hadits yang lebih menerangkan bahwa malam Lailatul Qadar itu ada pada tujuh hari terakhir bulan Ramadhan, tetapi ini dibatasi kalau tidak mampu dan lemah, tidak ada masalah. Maka dengan ini, cocoklah hadits-hadits tersebut, tidak saling bertentangan, bahkan bersatu tidak terpisahkan.
Kesimpulannya, jika seseorang muslim mencari malam Lailatul Qadar, carilah pada malam ganjil sepuluh hari terakhir, 21, 23, 25, 27 dan 29. Kalau lemah dan tidak mampu mencari ppada sepuluh hari terakhir, maka carilah pada malam ganjil tujuh hari terakhir yaitu 25, 27 dan 29. Wallahu a’lam.
Paling benarnya pendapat lailatul qadr adalah pada tanggal ganjil 10 hari terakhir pada bulan Ramadhan, yang menunjukkan hal ini adalah hadits Aisyah, ia berkata: Adalah Rasulullah beri’tikaf pada 10 terakhir pada bulan Ramadhan dan berkata, “Selidikilah malam lailatul qadr pada tanggal ganjil 10 terakhir bulan Ramadhan.”
3. Bagaimana Mencari Malam Lailatul Qadar
Sesungguhnya malam yang diberkahi ini, barangsiapa yang diharamkan untuk mendapatkannya, maka sungguh telah diharamkan seluruh kebaikan (baginya). Dan tidaklah diharamkan kebaikan itu, melainkan (bagi) orang yang diharamkan (untuk mendapatkannya). Oleh karena itu, dianjurkan bagi muslimin (agar) bersemangat dalam berbuat ketaatan kepada Allah untuk menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahalaNya yang besar, jika (telah) berbuat demikian (maka) akan diampuni Allah dosa-dosanya yang telah lalu. (HR Bukhari 4/217 dan Muslim 759).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Barangsiapa berdiri (shalat) pada malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR Bukhari 4/217 dan Muslim 759)
Disunnahkan untuk memperbanyak do’a pada malam tersebut. Telah diriwayatkan dari sayyidah ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, (dia) berkata, “Aku bertanya, Ya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, apa pendapatmu jika aku tahu kapan malam Lailatul Qadar (terjadi), apa yang harus aku ucapkan?” Beliau menjawab, “Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘annii. Ya Allah, Engkau Maha Pengampun dan mencintai orang yang meminta ampunan, maka ampunilah aku.” (HR Tirmidzi (3760), Ibnu Majah (3850), dari Aisyah, sanadnya shahih. Lihat syarahnya Bughyatul Insan fi Wadhaifi Ramadhan, halaman 55-57, karya ibnu Rajab al Hanbali).
Saudaraku -semoga Allah memberkahimu dan memberi taufiq kepadamu untuk mentaatiNya – engkau telah mengetahui bagaimana keadaan malam Lailatul Qadar (dan keutamaannya) maka bangunlah (untuk menegakkan sholat) pada sepuluh malam hari terakhir, menghidupkannya dengan ibadah dan menjauhi wanita, perintahkan kepada istrimu dan keluargamu untuk itu dan perbanyaklah amalan ketaatan.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila masuk pada sepuluh hari (terakhir bulan Ramadhan), beliau mengencangkan kainnya (menjauhi wanita yaitu istri-istrinya karena ibadah, menyingsingkan badan untuk mencari Lailatul Qadar), menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya.” (HR Bukhari 4/233 dan Muslim 1174).
Juga dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, (dia berkata), “Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersungguh-sungguh (beribadah apabila telah masuk) malam kesepuluh (terakhir), yang tidak pernah beliau lakukan pada malam-malam lainnya.”(HR Muslim 1174).
4. Tanda-tandanya
Ketahuilah hamba yang taat -mudah-mudahan Allah menguatkanmu dengan ruh dariNya dan membantu dengan pertolonganNya- sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan paginya malam Lailatul Qadar agar seorang muslim mengetahuinya.
Dari Ubay radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Pagi hari malam Lailatul Qadar, matahari terbit tanpa sinar menyilaukan, seperti bejana hingga meninggi.” (HR Muslim 762).
Dari Abu Hurairah, ia berkata: Kami menyebutkan malam Lailatul Qadar di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda (yang artinya), “Siapa di antara kalian yang ingat ketika terbit bulan, seperti syiqi jafnah.” (HR Muslim 1170. Perkataannya “Syiqi Jafnah”, syiq artinya setengah, jafnah artinya bejana. Al Qadli ‘Iyadh berkata, “Dalam hadits ini ada isyarat bahwa malam Lailatul Qadar hanya terjadi di akhir bulan, karena bulan tidak akan seperti demikian ketika terbit kecuali di akhir-akhir bulan.”)
Dan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “(Malam) Lailatul Qadar adalah malam yang indah, cerah, tidak panas dan tidak juga dingin, (dan) keesokan harinya cahaya sinar mataharinya melemah kemerah-merahan.” (HR Thayalisi (349), Ibnu Khuzaimah (3/231), Bazzar (1/486), sanadnya hasan).
Dikutip dari Sifat Puasa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Penerbit Pustaka Al-Mubarok (PMR)